Jakarta – PT Pertamina (Persero) mengapresiasi langkah pemerintah pada menyokong keberlangsungan industri perusahaan pelat merah. Salah satunya dengan pembayaran dana kompensasi Bahan Bakar Minyak (BBM) selama tahun 2023 sebesar Rupiah 132,44 triliun (termasuk PPN) atau Rp119,31 triliun (tidak termasuk PPN).
Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati memaparkan pembayaran Mata Uang Rupiah 132,44 triliun yang dimaksud merupakan pembayaran untuk Dana Kompensasi TW I-III 2023 sebesar Mata Uang Rupiah 82,73 triliun, tahun 2022 sebesar Simbol Rupiah 49,14 triliun juga 2021 sebesar Simbol Rupiah 569 miliar.
Adapun, dana yang disebutkan merupakan kompensasi selisih nilai jual formula lalu harga jual jual eceran dalam SPBU menghadapi kegiatan penyaluran Jenis BBM Tertentu (JBT) Solar dan juga Jenis BBM Khusus Penugasan (JBKP) Pertalite yang tersebut nilainya telah lama direview oleh Inspektorat Kementerian Keuangan RI (Itjen Kemenkeu).
“Dana kompensasi sudah ada masuk kas perseroan dan juga ini merupakan wujud dukungan penuh pemerintahan terhadap Pertamina untuk menjaga keberlangsungan layanan operasional BBM bersubsidi, menggalang working capital juga memperbaiki rasio- rasio keuangan perusahaan.” ujar Nicke di keterangan tertulis, Kamis (4/1/2024).
Menurut Nicke, apresiasi juga disampaikan menghadapi dukungan penuh pemerintah untuk Pertamina di menjaga keberlangsungan pendistribusian BBM, termasuk menjalankan acara BBM Satu Harga.
Pertamina pun mengundang warga untuk mengapresiasi pemerintah yang tersebut terus melindungi daya beli dengan menyediakan BBM Bersubsidi, yaitu JBT Solar lalu JBKP Pertalite, dengan mengonsumsi BBM secara bijak kemudian mulai mengonsumsi BBM yang lebih banyak ramah lingkungan sebagai salah satu bentuk dukungan warga untuk pemerintahan juga bentuk kepedulian penduduk terhadap lingkungan dengan turut mengempiskan tingkat polusi udara.
Lebih lanjut, Nicke menyatakan pihaknya akan terus berupaya agar penyaluran BBM bersubsidi dapat dikonsumsi oleh pihak-pihak yang dimaksud berhak. Upaya-upaya yang disebutkan antara lain pemakaian teknologi informasi untuk memantau pembelian BBM Bersubsidi di dalam SPBU-SPBU secara real time.
“Pertama, inisiatif penguatan sarana juga prasarana digitalisasi dalam SPBU. Hasilnya semakin sejumlah SPBU yang terkoneksi dengan sistem digitalisasi Pertamina, sehingga memudahkan monitoring lalu pengawasan,” kata Nicke.
Kedua, Pertamina mengembangkan alert system yang tersebut mengirimkan exception signal yang digunakan dimonitor secara langsung oleh command center Pertamina kemudian ditindaklanjuti oleh pasukan pada lapangan.
Exception signal ini mengirimkan data operasi tak wajar, di area antaranya pengisian solar pada menghadapi 200 liter untuk satu kendaraan bermotor pada hari yang tersebut sama, pengisian BBM bersubsidi dengan tidaklah memasukkan nopol kendaraan, lalu lain sebagainya.
Sejak implementasi exception signal ini pada tanggal 1 Agustus 2022 hingga 31 Desember 2023, Pertamina telah lama berhasil menghurangi risiko penyalahgunaan BBM bersubsidi senilai US$ 200 jt atau sekitar Rupiah 3,04 triliun.
Ketiga, Pertamina terus meningkatkan kerja sejenis dengan Aparat Penegak Hukum (APH) untuk meningkatkan pengawasan dan juga penindakan kegiatan penyalahgunaan BBM Bersubsidi yang digunakan tidak ada sesuai peruntukannya.
Keempat, Pertamina memacu rakyat mendaftar Proyek Subsidi Tepat via website untuk mengidentifikasi konsumen yang digunakan berhak serta memonitor konsumsi berhadapan dengan JBT Solar kemudian JBKP Pertalite.
Di samping itu, Pertamina juga terus melakukan efisiensi biaya operasional, baik di dalam tingkat Holding maupun Subholding. Sampai dengan November 2023, realisasi kegiatan efisiensi biaya di tempat Pertamina Group telah lama mencapai US$ 984,17 jt atau sekitar Mata Uang Rupiah 14,99 triliun.
Artikel Selanjutnya Harga Minyak Global Meroket, Harga & Pasokan BBM RI Terimbas?
Sumber: CNBC
GIPHY App Key not set. Please check settings